Saturday, December 2, 2006

Mengakali lalat buah

PANDUAN LALAT BUAH

I. PENDAHULUAN

Lalat buah merupakan salah satu hama yang sangat ganas pada tanaman hortikultura di dunia. Lebih dari seratus jenis tanaman hortikultura diduga menjadi sasaran serangannya. Pada populasi yang tinggi, intensitas serangannya dapat mencapai 100%. Oleh karena itu, hama ini telah menarik perhatian seluruh dunia untuk melaksanakan upaya pengendalian secara terprogram. Program pengendalian itu memerlukan waktu lebih dari lima tahun, bahkan puluhan tahun.
Di dunia terdapat berbagai spesies (jenis) lalat buah dengan tingkat keganasan yang berbeda. Salah satu spesies yang dikenal sangat ganas adalah Ceratitis capitata Wied. (dengan sebutan lain Mediterranean Fruit Fly atau Medfly) yang menjadi hama penting pada tanaman jeruk di wilayah sekitar laut Tengah, Afrika Selatan, Australia dan Brazilia. Pusat Karantina Pertanian (sekarang Badan Karantina Pertanian) telah melakukan penjagaan ketat sejak tahun 1914, sehingga sampai sekarang Medfly belum ditemukan di wilayah Republik Indonesia.

Di Indonesia pada saat ini dilaporkan ada 66 spesies lalat buah. Di antaranya spesies itu, yang dikenal sangat merusak adalah Bactrocera spp., yang sasaran utama serangannya antara lain: belimbing manis, jambu air, jambu biji (jambu bangkok), mangga, nangka, semangka, melon, dan cabai.
Sifat khas lalat buah adalah hanya dapat bertelur di dalam buah. Larva (belatung) yang menetas dari telur tersebut akan merusak daging buah, sehingga buah menjadi busuk dan gugur. Konsumen sering kecewa karena buah mangga yang dibelinya mengandung belatung atau busuk. Hal ini dapat menurunkan daya saing komoditas hortikultura Indonesia di pasar global; bahkan ekspor buah mangga Indonesia pernah ditolak negara tujuan dengan alasan mengandung lalat buah.
Upaya pengendalian lalat buah telah banyak dilakukan oleh petani, tetapi hasilnya belum memuaskan. Cara pengendalian yang sederhana yang lazim dilakukan oleh petani adalah pembungkusan buah, tetapi upaya ini masih terbatas pada buah-buahan tertentu seperti belimbing manis, jambu biji, nangka, dan cempedak. Untuk pohon buah yang tinggi dan berbuah lebat, misalnya mangga, cara pembungkusan buah ini sulit dilakukan.
Pada tahun 1990, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Timur mulai melakukan gerakan pengendalian hama lalat buah dengan menggunakan zat penarik serangga (atraktan) Metil Eugenol (ME) yang ditambah dengan insektisida untuk mematikannya. Upaya ini dilakukan karena adanya penolakan mangga dari provinsi tersebut oleh negara tujuan ekspor dengan alasan mengandung lalat buah.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi DKI Jakarta telah mencoba penggunaan bahan atraktan yang terdiri atas minyak cengkeh, esence vanili, formalin 0,5%, amoniak, gula pasir dan air; yang dapat menarik lalat jantan dan betina sekaligus. Walaupun hasilnya cukup baik, atraktan ini masih perlu dikaji lebih lanjut.
Sebagai langkah awal upaya pengendalian lalat buah, maka pengetahuan dan kemampuan sumberdaya manusia perlindungan hortikultura (aparat pemerintah maupun petani) perlu ditingkatkan secara terencana. Berbagai macam informasi teknologi dan penelitian tentang lalat buah, misalnya ekobiologi dan teknik pengendalian, perlu terus dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kedisiplinan masyarakat tani dalam usaha menanggulangi lalat buah.
Dengan upaya pengendalian lalat buah secara terprogram, diharapkan jumlah dan mutu produksi buah-buahan Indonesia dapat ditingkatkan, sehingga mampu bersaing dalam pasar global.

II. HAMA LALAT BUAH DAN PENYEBARANNYA DI INDONESIA

Lalat buah (ordo Diptera, famili Tephritidae), terdiri atas ± 4000 spesies yang terbagi dalam 500 genus. Tephritidae merupakan famili terbesar dari ordo Diptera dan merupakan salah satu famili yang penting karena secara ekonomi sangat merugikan.
Stadium lalat buah yang paling merusak adalah stadium larva, yang pada umumnya berkembang di dalam buah.
Sekitar 35% dari spesies lalat buah menyerang buah-buahan yang berkulit lunak dan tipis, termasuk di dalamnya buah-buahan komersial yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Di samping menyerang buah-buahan yang lunak, sekitar 40 % larva lalat buah juga hidup dan berkembang pada bunga tanaman famili Asteraceae (=Compositae); sedangkan selebihnya hidup pada bunga tanaman famili lainnya atau menjadi pengorok pada daun, batang, atau jaringan akar. Hanya beberapa spesies lalat buah yang diketahui bukan fitopagus.
Famili Tephritidae memiliki beberapa subfamili. Subfamili yang spesiesnya terkenal sebagai hama lalat buah adalah Dacinae, yang dibagi menjadi dua genus yaitu Dacus (Fabricus) dan Bactrocera (Macquart).
Di Indonesia dan negara-negara lainnya, selama ini diidentifikasi hama lalat buah yang banyak ditemukan di daerah Asia-Pasifik, yaitu Dacus spp. Namun, menurut klasifikasi terakhir yang dilakukan oleh Drew pada tahun 1989, ternyata bahwa lalat buah yang banyak terdapat di Indonesia adalah Bactrocera spp. Perbedaan prinsip antara Dacus dan Bactrocera disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan Antara Genus Dacus dengan BactroceraUraian Perbedaan
Dacus Bactrocera
Asal Dari Afrika; hanya beberapa spesies ditemukan di Asia--Pasifik Dari Asia--Pasifik; hanya beberapa spesies ditemukan di Afrika
Morfologi Bagian abdomennya bersatu (tergit/ segmen/ruas tidak terpisah) Bagian abdomennya tidak bersatu (tergit/segmen/ruas terpisah). Bila dilihat dari sisi akan jelas terlihat batas antar tergit.
Biologi Umumnya berkembang biak dalam buah-buahan dari famili Asclepidaceae dan Cucurbitaceae. Spesies dari Asia--Pasifik juga hidup pada inang tersebut di atas Umumnya berkembang biak dalam buah-bahan tropis dan hutan subtropis


Spesies lalat buah di Asia Tenggara yang mempunyai arti penting secara ekonomis adalah B. dorsalis complex.
Menurut Drew (1994), kompleks dorsalis mempunyai spesies yang sangat banyak (lebih dari 40 spesies), sehingga untuk mengetahui perbedaan taksonomi di antara spesies tersebut sangat sulit. Untuk mengetahui perbedaan tersebut secara akurat dilakukan penelitian dengan memperhatikan perbedaan morfologi di antara spesies, penyebaran geografis, biologi (tanaman inang, percobaan kopulasi), genetis (sitologi, DNA sequencing, elektroforesis enzim jaringan), dan senyawa kimia dalam feromon. Dari berbagai spesies tersebut, 8 spesies di antaranya (Tabel 2) telah diketahui sebagai hama yang secara ekonomis merugikan.


Tabel 2. Beberapa Spesies Bactrocera yang Menjadi Hama PentingNo. Spesies Penyebaran Hama pada
1 B. caryeae India Mangga, Jambu batu, jeruk.
2 B. dorsalis India, Cina Selatan, Taiwan, Hawaii, Bangkok, Thailand Utara Buah-buahan yang umum dikonsumsi
3 B. occipitalis Filipina Mangga
4 Taxon A* Malaysia, Indonesia Berbagai jenis buah
5 Taxon B* Malaysia, Thailand Selatan, Indonesia Berbagai jenis buah
6 Taxon C* Filipina Buah-buahan yang umum dikonsumsi
7 Taxon D* Srilanka Mangga
8 Taxon E* Thailand Utara Peach, jambu batu, pir cina



Keterangan : *spesies ini masih menunggu konfirmasi dari lembaga taksonomi di Inggris

Di Indonesia lalat buah sebagai hama telah diketahui sejak tahun 1920 dan dilaporkan menyerang pertanaman mangga di Jawa. Pada tahun 1938, lalat buah juga dilaporkan menyerang lombok (cabai), kopi, pisang, jambu, cengkeh, belimbing, dan sawo.
Hasil monitoring lalat buah yang dilakukan oleh Pusat Karantina Pertanian sejak tahun 1979/1980 menunjukkan bahwa lalat buah ditemukan hampir di semua wilayah di Indonesia. Saat ini terdapat 66 spesies lalat buah, tetapi baru beberapa spesies yang sudah diketahui tanaman inangnya, yaitu:

Bactrocera dorsalis Hend.# : menyerang lebih dari 20 jenis buah, antara lain belimbing, mangga, jeruk, jambu,susu, pisang raja sere, cabai merah
B. cucurbitae Coq.: mentimun, melon serta tanaman dari famili Cucurbitae
B. umbrosa F. : buah nangka dan beberapa tanaman dari famili Moraceae
B. caudata F. : beberapa tanaman dari famili Cucurbitaceae.
Berikut ini dijelaskan ciri-ciri lalat buah di atas (untuk pemahaman istilah-istilah agar dilihat pada Gambar 8 dan 9).
B. dorsalis (Hendel): Scutum hampir dominan hitam dengan pita lateral kuning memanjang ke dekat supra alar, mempunyai spot-spot pada muka, rambut supra alar, rambut prescutellar dan 2 rambut scutella, membentuk pita hitam bentuk huruf T pada abdomen (pita hitam melintang pada tergit ke-2 dan ke-3, pita hitam longitudinal di tengah tergit ke-3 sampai ke-5), vena melintang pada sayap tidak tertutup noda-noda/band. Lalat jantan mempunyai pekten.
B. umbrosa (Fabricus): Scutum hampir dominan hitam dengan pita lateral kuning, spot pada muka, anterior supra alar, rambut prescutellar dan 2 rambut scutella, sayap dengan 3 pita/band melintang.
B. caudata (Fabricus): Scutum hampir dominan hitam dengan post sutural vittae (pita lateral dan medial) kuning, muka dengan pita hitam sempit melintang pada bagian tengah sebelah bawah dan tidak memanjang ke pinggir anterior, atau dengan spot hitam di bawah lekuk atau rongga antena, mempunyai anterior supra alar, rambut prescutellar, 4 rambut scutella, dan pita/costal band pada sayap dipenuhi noda. Lalat jantan mempunyai pekten.
B. cucurbitae (Coquillett): Imago berwarna coklat-oranye (coklat muda), scutum berwarna coklat muda, scutum dengan post sutural vittae kuning, mempunyai spot pada muka, anterior supra alar, rambut prescutellar, 2 atau 4 rambut scutella, dan karakteristik sayap seperti pada Gambar 1d. Lalat jantan mempunyai pekten.
A. Ceratitis capitata Wied. (Mediteranean Fruit Fly); merupakan spesies lalat buah yang ganas dan belum ditemukan di Indonesia.
B. Bactrocera tryoni (Froggati); merupakan spesies lalat buah yang banyak merusak buah-buahan di Australia dan dikhawatirkan akan menyebar ke Indonesia (White-Elson Haris, 1992).

III. BIOLOGI, GEJALA SERANGAN, DAN AKTIVITAS LALAT BUAH

1. Biologi
Lalat buah mempunyai empat stadium metamorfosis, yaitu telur, larva, pupa, dan imago (serangga dewasa).
a. Telur
Lalat buah betina meletakkan telur ke dalam buah dengan menusukkan ovipositor-nya (alat peletak telur). Bekas tusukan itu ditandai adanya noda/titik hitam yang tidak terlalu jelas dan hal ini merupakan gejala awal serangan lalat buah.
Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan berkelompok 2—15 butir Lalat buah betina dapat meletakkan telur 1—40 butir/hari. Satu ekor betina B. dorsalis dapat menghasilkan telur 1200-1500 butir. Sarwono dkk. (1993) melaporkan bahwa ukuran telur lalat buah mangga adalah 0,3 mm x 0,1 mm.
Lalat buah betina mencari buah yang sesuai untuk meletakkan telur dengan bantuan indera penciuman pada antena dan indera mata. Proses ini juga dipengaruhi oleh pencernaan dan penglihatan.
B. dorsalis meletakkan telurnya pada buah-buah yang agak tersembunyi atau tidak terkena sinar matahari langsung serta pada buah-buah yang agak lunak dan permukaannya agak kasar. Dalam keadaan lingkungan yang baik, telur akan menetas menjadi larva dua hari setelah diletakkan di dalam buah.
b. Larva
Bentuk dan ukuran larva famili Tephritidae umumnya bervariasi, tergantung dari spesies dan ketersediaan zat gizi esensial dalam media makanannya. Larva berwarna putih keruh atau putih kekuningan, berbentuk bulat panjang dengan salah satu ujungnya runcing (Gambar 3).
Larva lalat buah terdiri atas 3 bagian; yaitu kepala, toraks (3 ruas), dan abdomen (8 ruas). Kepala berbentuk runcing dengan dua buah bintik hitam yang jelas, mempunyai alat kait mulut. Stadia larva terdiri atas tiga instar.
Larva membuat saluran-saluran di dalam buah dan mengisap cairan buah. Larva ini hidup dan berkembang dalam daging buah selama 6—9 hari, menyebabkan buah menjadi busuk, dan biasanya larva jatuh (melenting) ke tanah sebelum larva itu berubah menjadi pupa.
Keberadaan larva dalam buah juga dapat menstimulasi pertumbuhan dan kehidupan organisme pembusuk lainnya.
Larva instar 3 berkembang maksimum dengan ukuran ± 7mm, membuat lubang keluar, kemudian meloncat atau melenting dari buah, dan menjadi pupa di dalam tanah.
c. Pupa
Pupa (kepompong) berbentuk oval, warna kecoklatan, dan panjangnya ± 5 mm. Masa pupa adalah 4—10 hari dan setelah itu keluarlah serangga dewasa (imago) lalat buah.
d. Imago
Imago lalat buah rata-rata berukuran 0,7mm x 0,3mm dan terdiri atas menjadi kepala, toraks dada), dan abdomen.
Toraks terdiri atas 3 ruas; berwarna oranye, merah kecoklatan, coklat, atau hitam; dan memiliki sepasang sayap. Pada B. dorsalis complex, biasanya terdapat dua garis membujur dan sepasang sayap transparan.
Pada abdomen umumnya terdapat dua pita melintang dan satu pita membujur warna hitam atau bentuk huruf T yang kadang-kadang tidak jelas. Ujung abdomen lalat betina lebih runcing dan mempunyai alat peletak telur (ovipositor) yang cukup kuat untuk menembus kulit buah, sedangkan pada lalat jantan abdomennya lebih bulat. Bagian-bagian dari kepala, toraks, sayap, dan abdomen lalat buah secara umum disajikan pada Gambar 5 dan 6.
Daur hidup lalat buah dari telur sampai dewasa di daerah tropis berlangsung ± 25 hari. Setelah keluar dari pupa, lalat membutuhkan sumber protein untuk makanannya dan persiapan bertelur. Daur hidup lalat buah secara umum dicantumkan pada Gambar 4.
2. Gejala Serangan
Sifat khas lalat buah adalah meletakkan telurnya di dalam buah. Tempat peletakan telur itu ditandai dengan adanya noda/ titik kecil hitam yang tidak terlalu jelas. Noda-noda kecil bekas tusukan ovipositor ini merupakan gejala awal serangan lalat buah.
Telur yang menetas menghasilkan larva (belatung). Akibat gangguan larva yang menetas dari telur tersebut, noda-noda kecil berkembang menjadi bercak coklat di sekitarnya. Selanjutnya larva akan merusak daging buah sehingga buah menjadi busuk (Gambar .7., halaman …) dan gugur sebelum tua/masak (sering disebut buah berulat). Buah yang gugur ini, apabila tidak segera dikumpulkan dan dimusnahkan, akan menjadi sumber infeksi atau perkembangan lalat buah generasi berikutnya.
Pembusukan buah tersebut terjadi karena kontaminasi bakteri yang terbawa bersama telur dari tubuh lalat.
3. Aktivitas
Suatu studi yang dilaksanakan di Australia, menunjukkan bahwa bakteri yang terdapat pada permukaan tanaman merupakan sumber nutrisi yang sangat penting untuk beberapa spesies Bactrocera. Bakteri tersebut kemungkinan disebabkan oleh lalat betina ketika lalat tersebut makan pada permukaan buah. Spesies bakteri yang sama juga ditemukan di dalam pencernaan dan buah yang disengat lalat. Peranan bakteri ini kompleks dan belum seluruhnya dipelajari, tetapi beberapa peneliti menganggap peranannya sebagai simbiotik.
Aktivitas lalat buah dalam menemukan tanaman inang ditentukan oleh warna, bentuk, dan aroma (bau) dari buah.
Bactrocera dorsalis Hendel lebih menyukai warna kuning dan putih dibandingkan dengan warna-warna lainnya. Bila buah menjelang masak dan warna kuning mulai tampak, lalat betina dapat mengenali inangnya untuk bertelur.
Lalat Tephritidae yang menyerang buah, umumnya tertarik oleh substansi yang mengandung ammonia dalam buah, contoh lainnya protein hidrolisis atau protein autolisis. Oleh karena itu zat-zat tersebut dapat digunakan sebagai perangkap lalat buah, baik jantan maupun betina.
Lalat buah jantan mengenal pasangannya selain melalui feromon, juga melalui kilatan warna tubuh dan pita atau bercak pada sayap.
Lalat buah termasuk serangga yang kuat terbang. Lalat jantan mampu terbang 4—15 mil (6,44—24,14 km), tergantung pada kecepatan dan arah angin. Lalat buah banyak beterbangan di antara pohon buah-buahan bila buah sudah hampir matang atau masak.
Lalat buah pada umumnya jarang ditemukan pada pagi hari (saat matahari terbit), tetapi pada siang hari sampai sore hari terutama menjelang senja. Untuk Bactrocera spp., kopulasi biasanya terjadi pada senja hari.


IV. PENGENDALIAN LALAT BUAH

Pengendalian hama lalat buah dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal 20, Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman dan Kepmentan No. 887/Kpts/OT.210/9/97 tentang Pedoman Pengendalian OPT, yang menyatakan: (1) perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem pengendalian hama terpadu dan (2) pelaksanaan perlindungan tanaman menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah.
Beberapa cara pengendalian yang mungkin dapat diterapkan dan dipadukan satu dengan lainnya adalah: (1) pencegahan terhadap serangan lalat buah, (2) sanitasi kebun, (3) penggunaan perangkap dan atraktan, (4) pemanfaatan musuh alami (pengendalian secara biologis), (5) penggunaan tanaman perangkap, (6) teknik serangga mandul, (7) eradikasi, dan (8) fisik mekanis.

1. Pencegahan Terhadap Serangan Lalat Buah
Pencegahan terhadap serangan lalat buah dapat dilakukan dengan cara:
a. Peraturan Karantina
Penerapan peraturan karantina yang ketat dapat mencegah masuknya lalat buah dari wilayah atau negara yang diketahui mempunyai masalah dengan lalat buah. Sebagai contoh: melarang impor buah-buahan segar dari wilayah/ negara yang diketahui terserang lalat buah tanpa perlakuan pasca panen dan melarang turis atau penduduk Indonesia membawa buah-buahan dari luar negeri dalam bagasinya tanpa seizin petugas karantina.
Di Selandia Baru, setiap tahun ditemukan 7--33 kali penangkapan lalat buah dalam pengangkutan dan 10--28 kali dalam bagasi penumpang, dengan lebih dari 750 larva dalam satu buah.
b. Pengerodongan/Pembungkusan Buah
Usaha pengerodongan/pembungkusan buah dalam areal kebun yang sangat luas, pohonnya tinggi, dan berbuah lebat untuk mencegah agar tidak terserang lalat buah adalah kurang praktis. Namun, apabila upah tenaga kerja murah dan banyak tersedia, maka upaya tersebut dapat dilakukan. Keuntungan dari cara ini adalah buah-buahan terhindar dari serangan lalat buah, bersih, mulus, tanpa pencemaran bahan kimia.
Cara pengerodongan yang biasa dilakukan petani adalah menggunakan kertas, kertas karbon, plastik hitam, daun pisang, daun jati, ataupun kain untuk buah-buahan yang tidak terlalu besar seperti belimbing, jambu batu, dll. Untuk buah nangka atau cempedak biasanya petani menggunakan anyaman daun kelapa, karung plastik, atau kertas semen (Gambar ..?).
Dalam pembungkusan buah, apapun bahan pembungkus yang digunakan, syaratnya adalah bahan tidak mudah rusak, gelap, dan dapat menjaga kelembaban dalam pembungkus. Setiap jenis pembungkus mempunyai kelebihan maupun kekurangan.
Waktu pengerodongan agar disesuaikan dengan jenis buah. Misalnya untuk buah belimbing hendaknya dilakukan sedini mungkin, sedangkan untuk buah mangga sebelum buah memasuki stadium pemasakan. Lalat buah pada umumnya tertarik pada warna kuning dan metil eugenol atau ammonia yang dihasilkan oleh beberapa jenis bunga dan buah, sehingga upaya pengerodongan buah-buahan sedini mungkin sangat membantu mengurangi serangan lalat buah.
c. Pengasapan
Tujuan pengasapan adalah untuk mengusir lalat buah yang datang ke pertanaman. Pengasapan dilakukan dengan cara membakar serasah/jerami sampai menjadi bara yang cukup besar, kemudian dimatikan dan di atasnya diletakkan dahan kayu yang tidak terlampau kering. Pengasapan di sekitar pohon ini dapat mengusir lalat buah dan efektif selama 3 hari. Bila asap telah hilang lalat buah akan kembali lagi. Pengasapan selama 13 jam diinformasikan dapat membunuh lalat buah.
2. Sanitasi Kebun
Sanitasi kebun bertujuan untuk memutus atau mengganggu daur hidup lalat buah, sehingga perkembangan lalat buah dapat ditekan. Sanitasi kebun dilakukan dengan cara mengumpulkan buah-buah terserang, baik yang gugur maupun yang masih berada di pohon, kemudian dimusnahkan dengan cara dibakar atau dibenamkan dalam tanah (Gambar 13). Dengan demikian, larva-larva yang masih terdapat di dalam buah tidak dapat meneruskan siklus hidupnya untuk menjadi kepompong dalam tanah. Buah-buah gugur yang dibiarkan di bawah pohon, juga berpeluang untuk diteluri lagi oleh lalat buah. Hal ini sesuai dengan pengamatan pemeliharaan (rearing) bahwa buah jambu batu, jambu air, dan belimbing yang gugur sangat potensial sebagai sumber infeksi lalat buah. Namun demikian, sebagian besar petani beranggapan bahwa sanitasi buah-buah yang gugur tidak berguna dan membuang-buang waktu saja.
Untuk mengganggu daur hidup lalat buah dapat juga dilakukan pencacahan (pembongkaran) tanah yang agak dalam di bawah tajuk pohon (tetapi harus hati-hati agar tidak melukai akar), merata, dan sering. Kepompong yang terdapat di dalam tanah akan terkena sinar matahari, terganggu hidupnya dan akhirnya mati. Semak-semak atau gulma dapat digunakan sebagai inang alternatif, terutama pada saat tidak musim berbuah, sehingga perlu dibersihkan sampai radius 1,5--3,0 km di sekitar areal pertanaman.
Pengendalian lalat buah dengan cara sanitasi, hasilnya akan lebih efektif apabila dilakukan oleh seluruh petani pada suatu hamparan yang cukup luas dan secara bersamaan.
3. Penggunaan Perangkap dan Atraktan
a. Perangkap
Penelitian di Hawaii mengenai respon lalat buah terhadap umpan berwarna dan metil eugenol menunjukkan bahwa lalat buah betina tertarik mendekati umpan yang berwarna kuning dan putih walaupun tanpa metil eugenol. Pilihan tersebut didasari oleh kebiasaan mencari buah untuk meletakkan telur, yakni memilih buah yang berwarna kuning dan putih (misalnya varietas jambu batu yang berkulit putih kekuningan).
Lalat jantan lebih tertarik pada warna kuning dan putih karena lalat jantan mencari sumber metil eugenol yang diproduksi oleh beberapa bunga yang berwarna kuning dan putih seperti bunga golden shower (Cassia fistula L.), dan brexia (Brexia madagascariensis Thou.).
Penggunaan perangkap dengan umpan sebenarnya ditujukan untuk memantau populasi lalat buah yang ada di lapangan atau mendeteksi spesies lalat buah.
Pengendalian lalat buah menggunakan perangkap dengan umpan atraktan akan berhasil apabila perangkap dipasang secara terus menerus dan dalam jumlah yang banyak.
Atraktan yang digunakan berupa bahan kimia sintetis yang dapat mengeluarkan bau atau aroma makanan lalat buah seperti aroma buah, atau bau wewangian berahi lalat betina. Perangkap yang berisi atraktan yang sudah dicampur dengan insektisida akan menarik lalat buah untuk masuk ke dalam perangkap karena aroma atraktan dan akan menyebabkan lalat buah mati karena pengaruh insektisida. Atraktan dapat pula diletakkan dalam perangkap yang diberi perekat sehingga lalat buah yang tertarik pada atraktan akan mati karena menempel pada perangkap tersebut.
Perangkap yang digunakan sebaiknya terbuat dari bahan yang ringan dan mudah didapat seperti plastik, seng tipis, aluminium, atau kertas manila tahan air dengan bermacam-macam bentuk yang sudah dimodifikasi menjadi jenis perangkap dengan umpan kering ataupun perangkap dengan umpan cair.
Perangkap berumpan dipasang atau digantungkan pada ranting atau cabang pohon dengan ketinggian 2--3 meter di atas permukaan tanah atau pada ketinggian tajuk terendah dari tanaman di mana perangkap dipasang (Gambar ..?).
b. Atraktan
Pada awal penggunaan atraktan untuk lalat buah, umpannya berbentuk makanan yang berasal dari bahan tanaman, essense penambah rasa, dan ammonia. Keuntungan dari umpan makanan ini adalah dapat menarik lalat jantan maupun betina. Di Queensland, umpan makanan yang biasa digunakan terdiri atas campuran jeruk-ammonia; dengan komposisi: 280 g kulit jeruk, 25 g karbon ammonia, 600 ml air dan 1 g asam merkuri klorida. Campuran tersebut dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1 : 10.
Atraktan untuk lalat buah dibagi menjadi dua kelompok :
¨ Atraktan untuk Serangga Jantan
• Kelompok Cue-Lure
Kelompok ini terdiri atas cue-lure (4-(p-acetoxhenyl)-2 butanone), anisylacetate, dan Wilson's lure (rasberry ketone). Cue-lure tidak diproduksi di alam, namun di Malaysia ada laporan (belum dikonfirmasi) bahwa cue-lure ditemukan pada tanaman anggrek. Berbeda dengan cue-lure, rasberry ketone diproduksi secara alamiah oleh tanaman. Di dalam uji laboratorium, raspberry ketone lebih banyak menarik lalat buah daripada cue-lure. Namun di lapangan penampilan cue-lure jauh lebih baik dibandingkan komponen-komponen lainnya. Cue-lure dapat dipergunakan untuk menarik B. cucurbitae, B. fraunfeldi, B. trivialis, B. bryoniae, B. neohumeralis.
• Kelompok Methyl-Eugenol (ME)
Methyl eugenol terdiri atas ME, minyak citronella dan minyak cemara huon. ME merupakan pemikat serangga jantan yang sangat kuat, diproduksi secara alamiah pada 25 spesies tanaman dari berbagai famili. Atraktan ini dapat untuk menarik B. musae, B. umbrosa, B. dorsalis.
Di Indonesia atraktan ME yang sudah tersedia dan dikomersilkan adalah Petrogenol 800 L. Studi aplikasi ME yang dikombinasikan dengan pestisida monokrotofos dalam perangkap untuk pengendalian lalat buah pada tanaman cabai di Muntilan, Yogyakarta menunjukkan bahwa cara tersebut dapat menurunkan tingkat kerusakan dari 2--14%??? dengan kerapatan optimum perangkap 20--25 buah per hektar.
Sumber lain ME yang memberikan harapan baik adalah minyak melaleuka (Melaleuca brachteata) dan minyak selasih (Ocimum basillium L.) yang dilaporkn mengandung ME >75 %. Namun demikian, untuk aplikasi skala luas, kedua tanaman tersebut perlu dikembangkan, di samping pengembangan alat penyuling yang sederhana dan sesuai untuk skala kecil atau kelompok tani.
Lalat buah yang tertarik pada umpan ME adalah lalat jantan, sehingga lalat betina masih bebas berkeliaran. Selain sebagai bahan pengendalian (dengan menambahkan insektisida), ME juga sebagai bahan untuk memantau perkembangan populasi.
Kelompok Med-lure
Kelompok ini terdiri dari trimedlure, terpinyl-asetat, siglure, dan medlure. Sejauh ini, tidak satupun lalat buah di wilayah Asia Pasifik tertarik pada kelompok ini. Namun kelompok ini dapat memikat spesies Ceratitis sp.
Zat Pemikat Protein
Pada perangkap dengan umpan cair, atraktan yang paling efektif adalah ragi autolisis. Daya pikatnya dapat diperkuat dengan menambah bakteri yang termasuk famili Enterobacteriaceae. Formulasi ragi terdiri atas 42% protein dan 50% bahan padatan, yang dilarutkan menjadi 50 ml/l air. Apabila digunakan cara penyemprotan langsung ke kanopi daun tanaman (jangan sampai mengenai buahnya) yang sedang berbuah dan mendekati masa panen, umpan dicampur dengan malathion atau khlorpirifos 0,2%. Penggunaan umpan ini akan menarik hampir seluruh genera tephritid termasuk lalat buah betina.
4. Pemanfaatan Musuh Alami (Pengendalian Biologis)
Pengendalian secara biologis (pemanfaatan musuh alami atau agens hayati) menggunakan parasitoid maupun predator, untuk mengendalikan atau menekan populasi lalat buah sudah banyak dilakukan, tetapi belum diterapkan di Indonesia. Malaysia telah banyak memanfaatkan parasit dari famili Braconidae yang mempunyai potensi parasitasi sebesar 57%, sedangkan di Italia potensinya 80--90%.
Parasitoid yang sudah diidentifikasi di Indonesia adalah Biosteres sp. dan Opius sp. (famili Braconidae). Biosteres sp. dapat ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga, belimbing, dan jambu biji dengan parasitasi 5,17--10,31%; sedangkan Opius sp. banyak ditemukan pada lalat buah yang menyerang mangga dengan tingkat parasitasi 0--6,8%.
Predator lalat buah yang umum adalah semut (Hymenoptera: Formicidae), laba-laba (Arachnida), kumbang stafilinid (Coleoptera: Staphylinidae) dan cocopet (Dermaptera).
Dewasa ini sudah tersedia teknologi perbanyakan lalat buah secara besar-besaran dengan makanan buatan, sehingga membuka peluang sangat besar untuk perbanyakan masal musuh alaminya. Dengan demikian, pengendalian biologis lalat buah mempunyai prospek yang baik.
5. Penggunaan Tanaman Perangkap
Fakultas Pertanian UPN Veteran di Surabaya telah melakukan penelitian mengenai preferensi lalat buah terhadap tanaman jambu air, jambu biji, belimbing, mangga dan lombok besar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peringkat tanaman yang disukai oleh lalat buah, berturut-turut adalah jambu air, belimbing, mangga, jambu biji, dan cabai besar.
Hasil studi tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengendalian penggunaan tanaman perangkap. Tanaman yang memiliki nilai ekonomis lebih rendah dapat digunakan sebagai tanaman perangkap, sehingga dapat memperkecil intensitas serangan lalat buah. Misalnya jika tanaman inti adalah mangga, maka di sekeliling kebun mangga dapat ditanami pohon jambu air atau belimbing sebagai tanaman perangkap.
6. Penggunaan Teknik Serangga Mandul
a. Prinsip Kerja
Prinsip kerja Teknik Serangga Mandul (TSM) dalam mengendalikan lalat buah adalah melepas lalat buah mandul di kebun agar bersaing kawin dengan lalat buah normal. Hanya perkawinan antara sesama lalat normal (fertil) saja yang menghasilkan keturunan, sedangkan antara jantan normal dan betina mandul atau sebaliknya tidak menghasilkan keturunan; sehingga akhirnya akan terjadi pengurangan jumlah keturunan.
Makin besar jumlah lalat mandul yang dilepas dibandingkan dengan lalat normal di kebun, maka makin besar pengurangan jumlah keturunan yang terjadi. Berdasarkan hasil penelitian, jumlah ideal lalat mandul yang dilepas minimal adalah 9 kali jumlah lalat normal di kebun. Secara teoritis pelepasan ini akan menghasilkan kecenderungan populasi sangat rendah, sehingga tak mungkin dicapai oleh cara pengendalian lainnya. Setelah 5 kali pelepasan lalat mandul berturut-turut maka populasi hama di kebun menjadi 0, atau punah. Akan tetapi dalam prakteknya pemusnahan hama ini hanya mungkin terjadi bila tidak ada reinfestasi hama dari luar, berarti hanya mungkin terjadi di daerah yang benar-benar terisolir, misalnya di sebuah pulau terpencil. Oleh karena itu, program ini hanya diusulkan untuk menekan populasi sampai tingkat serendah-rendahnya (di bawah ambang ekonomi).
b. Prosedur Kerja TSM
Pertama-tama lalat buah diproduksi secara massal dengan makanan buatan di laboratorium Batan. Kepompong yang dihasilkan kemudian disinari dengan sinar gamma (juga dilaksanakan di Batan) dan hasilnya dikirim ke kebun tempat pelepasannya. Serangga mandul yang keluar dari kepompong tersebut, selanjutnya dilepas di kebun. Efektivitas cara pengendalian ini sangat ditentukan oleh perbandingan antara lalat buah mandul yang dilepas dengan lalat buah di kebun. Makin besar jumlah lalat mandul yang dilepas dibandingkan dengan lalat normal di kebun, maka makin besar pengurangan jumlah keturunan yang terjadi. Karena efektivitas sangat ditentukan oleh perbandingan lalat mandul yang dilepas dengan lalat normal di kebun, maka sebelum pelepasan harus diketahui dinamika populasi lalat buah di kebun. Pelepasan lalat mandul harus dilakukan saat populasi lalat buah di lapangan masih rendah. Untuk menurunkan populasi tersebut dapat digunakan perangkap antraktan atau cara lain dalam program PHT.
Di samping pengetahuan tentang dinamika populasi, untuk aplikasi TSM jugadiperlukan pengetahuan tentang spesies lalat buah yang dominan, sehingga spesies serangga mandul yang akan diproduksi oleh Laboratorium Batan sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
TSM bersifat area wide, karena lalat mandul yang dilepas akan mencari pasangan kawinnya sejauh jangkauan terbangnya. Oleh karena itu, efektivitas TSM tidak terbatas pada daerah pelepasan saja, tetapi juga kawasan sekitarnya.
7. Pestisida
Penggunaan pestisida dapat dilakukan dengan berbagai cara.
a. Penyemprotan (Spraying)
Pestisida dicampur dengan air dengan konsentrasi tertentu lalu disemprotkan dengan sprayer (hand sprayer, mist blower, power sprayer).
b. Pengabutan/Pengasapan (Fogging)
Caranya seperti penyemprotan tetapi menggunakan alat pengabut panas (fogger) dan pestisidanya keluar berbentuk kabut/asap karena ukuran dropletnya sangat kecil.
c. Pencampuran dengan Zat Penarik (Atractant)
Pestisida dicampur dengan zat penarik, baik sex atractant (tertarik karena faktor seks) maupun food atractant (tertarik karena faktor makanan).
d. Pencelupan (Dipping)
Pestisida dilarutkan dalam air dengan konsentrasi yang rendah lalu buah dicelupkan.
e. Fumigasi
Pestisida berbentuk gas dan harus diperlakukan dalam ruangan tertutup.
Cara pencelupan dan fumigasi biasanya dilakukan pasca panen terhadap buah-buah yang diduga mengandung lalat buah di dalamnya.
Cara penyemprotan dan pengabutan pada umumnya kurang efektif di lapangan, antara lain karena:
Serangga dewasa sangat lincah, sebelum tersemprot serangga ini sudah terbang, sehingga sulit sekali terkena pestisida (kontak). Serangga dewasa tidak memakan daun, buah, atau bagian tanaman lainnya; sehingga tidak memakan pestisida yang tertinggal pada tanaman.
Larva (belatung) dan telur berada di dalam jaringan buah, sehingga tidak terkena pestisida. Penggunaan pestisida sistemik tidak dianjurkan karena residunya (dalam buah) berbahaya bagi kesehatan konsumen.
Pupa berada di tempat tersembunyi, di dalam tanah sehingga sulit terkena pestisida. Di samping itu stadium pupa termasuk resisten terhadap pestisida.
Aplikasi penyemprotan untuk pohon yang tinggi sangat sulit menggunakan hand sprayer, sedangkan peralatan mist blower atau power sprayer harganya mahal dan sangat jarang yang memilikinya.
8. Eradikasi
Upaya untuk mengeradikasi lalat buah sudah banyak dilakukan di beberapa negara. Untuk Indonesia nampaknya hal tersebut sulit dilaksanakan, karena selain membutuhkan biaya yang besar dan banyak tenaga, juga bentuk wilayah yang terdiri atas ribuan pulau. Di beberapa negara cara eradikasi ini telah dilakukan, antara lain: eradikasi serangga jantan (male annihilation) dan pelepasan serangga mandul (sterile insect technique). Contoh eradikasi yang telah dilakukan di beberapa negara, tercantum pada Lampiran 1.
Di Jepang (Ryukyu Island), eradikasi serangga jantan Bactrocera sp. dilakukan dengan menggunakan ME dan Cue-lure. Cara serupa juga digunakan di Hawaii untuk mengeradikasi B. cucurbitacea dan C. capitata. Namun perlu diketahui bahwa atraktan serangga jantan dapat digunakan untuk eradikasi apabila perangkap yang berisikan campuran atraktan dan insektisida pada areal yang ditargetkan jumlahnya sangat padat/banyak.
Pelepasan serangga jantan mandul juga digunakan untuk mengeradikasi B. dorsalis di Kepulauan Ogasawara dan Kume di Jepang. Cara ini membutuhkan jutaan lalat buah jantan steril yang dilepas agar melakukan kopulasi dengan lalat betina di alam. Jumlah jantan mandul yang banyak itu dibutuhkan agar dapat bersaing dengan lalat buah jantan yang liar. Lokasi pembiakan lalat buah steril adalah di Pulau Okinawa.

9. Perlakuan Pasca Panen
Perlakuan pasca panen yang biasa dilakukan terhadap buah-buahan antara lain fumigasi, perlakuan dengan uap/udara panas (heat treatment), perlakuan dengan udara dingin (cold treatment), perlakuan pencelupan ke dalam larutan insektisida (dipping), dan irradiasi.


V. PENUTUP

Lalat buah merupakan hama utama yang banyak menimbulkan kerugian (terutama buah dan sayuran), sehingga pemantauan dan upaya pengendaliannya perlu mendapat perhatian.
Pengendalian lalat buah berpedoman pada sistem PHT, yang dalam penerapannya disesuaikan dengan kondisi setempat. Upaya apresiasi, sosialisasi dan pemasyarakatan PHT tersebut perlu ditingkatkan.
Buku Petunjuk Pengendalian Lalat Buah ini diharapkan dapat menjadi pegangan atau pedoman bagi para petugas perlindungan hortikultura dalam apresiasi, sosialisasi, pemasyarakatan PHT lalat buah kepada petugas lainnya maupun petani di lapangan.
Keberhasilan pengendalian lalat buah, di samping ditentukan oleh ketersediaan teknik pengendalian yang dapat dioperasionalkan di lapangan; juga tergantung pada penyebarluasan informasi, tingkat kesadaran aparat dan masyarakat petani akan pentingnya hama lalat buah, serta kemauan dan kemampuan petani melaksanakan pengendalian skala luas secara masal, serentak, terkoordinasi dalam kelompok, dan berkelanjutan.

# Menurut Kuswadi (2001), spesies ini sekarang diidentifikasi sebagai B. carambolae.